berdo'a yang baik

15 Juni, 2011.
Saudaraku –yang semoga dirahmati Allah-, berdo’a merupakan suatu amal ibadah yang agung. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Do’a adalah ibadah.”(HR. Abu Dawud, Tirmidzi, Nasai, dan Ibnu Majah). Ketika kita berdo’a tentu kita berharap agar do’a kita dikabulkan oleh Allah Ta’ala. Tidak ada diantara kita yang berdo’a tetapi dia ingin do’anya tidak terkabul. Akan tetapi tidak semua do’a yang dipanjatkan oleh seorang hamba lantas dikabulkan oleh Allah Ta’ala. Bahkan terkadang ada orang yang berdo’a dengan do’a yang dilarang oleh syariat. Ya, ia ingin beribadah, tetapi malah terjatuh kedalam perkara yang haram.
Marilah kita perhatikan hadits berikut ini,
Abu Hurairah radhiyallah ‘anhu menuturkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallambersabda, “Janganlah salah seorang diantara kamu berdoa, ‘Ya Allah ampunilah aku jika Engkau menghendaki’ atau berdoa, ‘Ya Allah, limpahkanlah rahmatMu kepadaku jika Engkau menghendaki’, tetapi hendaklah ia berkeinginan kuat dalam permohonan itu, karena sesungguhnya Allah tiada sesuatupun yang memaksa-Nya untuk berbuat sesuatu.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Allah Subhanahu wa Ta’ala tentu tidak bisa disamakan dengan makhluk. Seseorang akan mengabulkan permintaan orang lain karena sebab-sebab tertentu. Boleh jadi karena ia memiliki kepentingan dengan si peminta, atau karena ia takut kepadanya atau karena punya harapan dengannya, lalu orang itu memberi apa yang diminta dengan terpaksa. Lain halnya dengan Allah Subhanahu wa Ta’ala, Dia Maha Suci, tidak mungkin bagi-Nya hal seperti itu karena kesempurnaan sifat tidak butuh-Nya terhadap makhluk, kesempurnaan kedermawanan dan kemuliaan-Nya, pemberian-Nya tiada habis-habisnya, Dia sama sekali tidak butuh kepada makhluk, bahkan makhluk-lah yang butuh kepada-Nya dengan kebutuhan yang tidak putus sekejap matapun.
Diriwayatkan dalam sebuah hadits “Tangan kanan Allah penuh, tidak akan membuatnya berkurang sebuah nafkahpun, terbuka siang dan malam. Tahukah kalian apa yang telah diinfakkan semenjak penciptaan langit dan bumi? Itu semua tidak mengurangi apa yang ada di tangannya. Dan pada tangan yang lain ada neraca keadilan, Allah merendahkannya dan mengangkatnya.” (HR. Bukhari -diberbagai tempat dalam Al Jami’-, dan Muslim dari Abu Hurairah). Allah Ta’ala memberi karena hikmah dan menahan karena hikmah, dan Dia adalah Maha Bijaksana lagi Maha Mengetahui. Maka seharusnya bagi orang yang meminta kepada Allah, hendaklah ia berkeinginan kuat dalam permohonannya karena sesungguhnya Allah tidak memberikan sesuatu kepada hamba-Nya dalam keadaan terpaksa ataupun menganggap besar permintaan itu.
Allah memiliki sifat kedermawanan, kedermawanan yang terus menerus dan tiada pernah henti. Bahkan Allah memberi karunia kepada hamba-Nya sebelum hamba tersebut meminta. Marilah kita perhatikan penciptaan manusia, sejak air mani diletakkan di dalam rahim, nikmat-nikmat-Nya didalam perut ibunya terus mengalir, Dia mengurusnya dengan sebaik-baiknya. Jika ibunya telah melahirkannya, Dia menjadikan orang tuanya merasa menyayangi dan mengurusnya dengan nikmat-nikmat-Nya sehingga anak itu tumbuh menjadi besar dan dewasa.
Ia selalu berada dalam nikmat-nikmat Allah sepanjang hidupnya. Jika hidupnya selalu dalam keimanan dan ketakwaan, maka bertambahlah nikmat-nikmat Allah kepadanya. Apabila ia meninggal, maka ia memperoleh kenikmatan yang berlipat ganda daripada kenikmatan yang ia peroleh ketika di dunia. Ia memperoleh kenikmatan yang hanya Allah yang bisa menghitungnya, nikmat yang Allah persiapkan khusus bagi hamba-hamba-Nya yang beriman dan bertakwa.
Semua kenikmatan yang diperoleh seorang hamba didunia ini pada hakekatnya adalah karunia dari Allah Ta’ala. Meskipun sebagian kenikmatan tersebut ia peroleh melalui perantaaran orang lain, tapi ketahuilah bahwa nikmat tersebut tidak akan pernah sampai kepadanya kecuali dengan izin, kehendak dan kebaikan dari Allah Ta’ala. Dengan demikian, Allah-lah yang berhak dipuji atas segala nikmat tersebut. Dialah yang menghendakinya dan menentukannya serta mengalirkannya dengan kebaikan, kedermawanan dan karunia-Nya. Hanya milik-Nya segala nikmat, karunia dan sanjungan yang baik.
Allah Ta’ala berfirman,
“Dan apa saja nikmat yang ada pada kamu, maka dari Allah-lah datangnya, dan bila kamu ditimpa oleh kemudharatan, maka hanya kepada-Nyalah kamu minta pertolongan.”(Qs. An-Nahl (16) : 53)
Terkadang Allah Ta’ala menahan pemberian kepada hamba-Nya jika ia memohon kepada-Nya, karena adanya suatu hikmah dan pengetahuan-Nya tentang yang terbaik bagi hamba-Nya, dan terkadang dia mengakhirkan apa yang diminta hamba-Nya untuk waktu yang telah ditentukan atau untuk memberinya dengan pemberian yang lebih banyak. Maha Suci Allah Tuhan Semesta Alam.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallambersabda, “Tidaklah seorang muslim berdoa kepada Allah dengan suatu doa yang didalamnya tidak mengandung dosa dan pemutusan silautarahmi, melainkan Allah akan memberikan kepadanya salah satu dari tiga kemungkinan ; (yaitu) dikabulkan segera doanya itu, atau dia akan menyimpan baginya di akhiat kelak,atau dia akan menghindarkan darinya keburukan yang semisalnya.” Maka para sahabat pun berkata,” Kalau begitu kita memperbanyaknya.”  Beliau bersabda, “Allah lebih banyak lagi ( memberikan pahala).” (HR. Ahmad III/8, al-Bukhari dalam al-Adabul Mufrad,dan lainnya. Lihat Doa dan Wirid Mengobati Guna-Guna dan Sihir Menurut al-Qur-an dan as-Sunnah hal 37-38, karya Yazid bin Abdul Qadir Jawas)
Hendaknya kita membesarkan harapan kita kepada Allah ketika berdo’a, karena sesungguhnya Allah memberi permintaan yang besar karena kedermawanan, karunia dan kebaikan. Allah Ta’ala tidak merasa diberatkan dengan apa yang Dia berikan, maksudnya tidak ada sesuatu yang berat bagi-Nya walaupun terasa berat bagi makhluk. Karena orang yang meminta kepada makhluk, ia tidak memintanya kecuali sesuatu yang mudah baginya untuk dikabulkan. Lain halnya dengan Rabb Semesta Alam, sesungguhnya pemberian-Nya terwujud sesuai dengan Firman-Nya. Sebagaimana dijelaskan dalam firman-Nya, “Sesungguhnya perintah-Nya apabila Dia menghendaki sesuatu hanyalah berkata kepadanya,”Jadilah!” maka jadilah ia.” (Qs. Yaasiin: 82).
Maha Suci Allah yang makhluknya tidak dapat mengagungkan-Nya dengan sebenar-benar pengagungan, tidak ada Tuhan yang Haq selain-Nya dan tidak ada Rabb selain-Nya.
Penyusun: Ummu Maryam Ismiyanti
Diringkas dari Fathul Majid karangan Syaikh Abdurrahman Hasan Alu Syaikh cetakan Pustaka Azzam.
Dimuroja’ah oleh Ustadz Jamaludin, Lc.
***
Leia Mais

handphon yang berbunyi ketika sholat



Apa yang semestinya dilakukan bila handphone kita berbunyi karena ada yang menelpon ketika kita sedang shalat? Menjawab telepon? Mengambilnya dari kantong lalu mematikannya? Bagaimana bila telepon rumah? Membatalkan shalat? Atau dibiarkan saja berbunyi sampai mati sendiri?
Kita simak fatwa-fatwa dari para ulama berikut ini:
Fatwa 1
Bagaimana hukum tentang telepon yang berdering ketika shalat dengan ringtone, sedangkan ringtone-nya itu berupa lagu barat yang haram atau makruh. Bagaimana hukumnya jika pemilik telepon itu sengaja tidak mematikannya? Padahal dimana-mana sudah ditempel sticker larangannya, imam pun melarang, orang-orang pun melarang, namun sebagian orang tidak mempedulikannya. Lalu bagaimana pula hukumnya jika tidak sengaja?
Syaikh Abdullah Al Faqih -hafizhahullah- menjawab:
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وصحبه، أما بعـد:
Setiap muslim wajib untuk bertaqwa kepada Allah dalam setiap hal. Wajib pula bagi kaum muslimin untuk berusaha khusyuk dalam shalat dengan menjauhkan hal-hal yang bisa memalingkan hatinya  dari kesibukan shalat. NabiShallallahu’alaihi Wasallam berkata:
إن في الصلاة لشغلا
Sungguh, shalat itu sangatlah sibuk” (Muttafaqun ‘Alaih)
Diantara usaha untuk mencapai kekhusyukan adalah mematikan handphone, atau membuatnya silent. Karena jika tidak demikian, handphone tersebut bisa menimbulkan kegelisahan bagi jama’ah shalat atau bahkan gangguan. Jika Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam saja pernah teralihkan perhatiannya gara-gara sebuah khamishah (selimut hitam) sehingga berkurang kekhusyukan beliau, maka bagaimana lagi dengan suara ringtone yang nyaring dan mengganggu tersebut? Tidak ragu lagi bahwa ringtone tersebut lebih menganggu dan lebih mengurangi kekhusyukan.
Jika Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam, sebagaimana dalam riwayat Imam Ahmad, beliau melarang kita mengeraskan suara bacaan Qur’an kita ketika ada yang sedang shalat, maka bagaimana lagi dengan suara ringtone handphone?
Maka, jika seseorang sengaja tidak mematikan -atau tidak mengeset silenthandphone-nya, ia telah melakukan perbuatan yang paling minimal makruh hukumnya. Dan bahkan terkadang bisa sampai kepada tingkatan haram.
Namun jika memang lupa untuk mematikannya, maka tentu tidak ada dosa baginya. Lalu, yang semestinya ia lakukan adalah segera mematikan suara handphone-nya, walaupun sedang shalat. Karena beberapa gerakan kecil ini sama sekali tidak mempengaruhi keabsahan shalatnya.
Adapun jika ringtone tersebut berupa lagu barat atau berupa nada-nada musikal, maka tidak ragu lagi keharamannya. Karena alat musik dan nyanyian itu haram hukumnya berdasarkan sabda Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam:
ليكونن من أمتي أقوام يستحلون الحر والحرير والخمر والمعازف
Sungguh akan ada diantara umatku yang akan menghalalkan zina, sutra, khamr, dan alat musik” (HR. Bukhari)
Seseorang hendaknya bertaqwa kepada Allah untuk tidak menganggu kaum muslimin dengan bunyi-bunyian yang mungkar ini, padahal mereka sedang menghadap kepada Rabb-nya. Kita memohon kepada Allah, semoga Allah memberikan hidayah kepada seluruh kaum muslimin dan memberikan kebaikan atas mereka. Wallahu’alam.
Fatwa 2
Beberapa orang sedang mengerjakan shalat berjama’ah di rumah (tanpa dijelaskan shalat sunnah atau wajib, -pent). Jika telepon rumah berdering dengan suara dering yang menggangu konsentrasi dan lama bunyinya, bolehkah orang yang shalat tersebut menyegerakan shalatnya atau menunda dahulu shalatnya lalu dia mengangkat telepon, kemudian mengeraskan suara shalat sehingga penelpon tahu bahwa mereka sedang shalat? Diqiyaskan dengan bolehnya membukakan pintu bagi orang yang mau masuk atau mengeraskan suara baginya.
Al Lajnah Ad Daimah Lil Buhuts Wal Ifta menjawab:
Jika seseorang shalat dalam keadaan demikian, boleh baginya untuk sedikit menyegerakan shalatnya, atau boleh juga untuk menunda shalatnya. Ia bisa bergerak ke kanan atau ke kiri untuk mengangkat telepon, dengan syarat, tetap menghadap kiblat.  Kemudian ia mengangkat telepon lalu mengucapkan: Subhaanallah, agar si penelpon memahami keadaannya. Hal ini sebagaimana dalam hadits yang terdapat dalam Shahihain:
أن رسول الله صلى الله عليه وسلم كان يصلي وهو حامل أمامة بنت ابنته، فإذا ركع وضعها وإذا قام حملها
Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam pernah shalat sambil menggendong Umamah, cucu beliau. Jika beliau ruku, beliau meletakkan Umamah. Jika beliau berdiri, beliau menggendong Umamah kembali” (HR. Bukhari 516, Muslim 543)
Dalam riwayat Muslim terdapat tambahan:
وهو يؤم الناس في المسجد
Ketika itu beliau sedang menjadi imam shalat di masjid
Dan juga sebagaimana hadits yang diriwayatkan Imam Ahmad dan yang lainnya, dari ‘Aisyah Radhiallahu’anha, ia berkata:
كان رسول الله صلى الله عليه وسلم يصلي في البيت والباب عليه مغلق فجئت فمشى حتى فتح لي ثم رجع إلى مقامه، ووصفت أن الباب في القبلة
Suatu ketika Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam sedang shalat di rumah dan pintu rumah tertutup. Lalu aku datang hendak masuk. Beliau pun berjalan lalu membukakan pintu kemudian melanjutkan shalat di tempatnya semula. Dan digambarkan bahwa pintu tersebut ada di arah kiblat” (HR. Ahmad, 31/6; An Nasa’i, 1/178; At Tirmidzi: 2/497)
Dan juga berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Al Bukhari dan Muslim:
أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال: من نابه شيء في صلاته فليسبح الرجال وليصفق النساء
Barangsiapa yang ingin memberitahu sesuatu ketika sedang shalat, maka untuk laki-laki ucapkanlah ‘Subhaanalah’, untuk wanita tepukkanlah tangan” (HR. Bukhari 1234, Muslim 421)
وبالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد وآله وصحبه وسلم
Tertanda,
  • Abdullah bin Qu’ud (Anggota)
  • Abdullah bin Ghuddayan (Anggota)
  • Abdurrazaq Afifi (Wakil ketua)
  • Abdul Aziz bin Abdillah bin Baaz (Ketua)
Fatwa 3
Apakah seseorang yang sedang shalat wajib atau shalat sunnah dibolehkan membukakan pintu? Atau bolehkah ia menjawab telepon dengan ucapan ‘Allahu Akbar‘? Jika ia memang sedang menunggu telepon yang penting.
Syaikh Abdullah bin Jibriin -rahimahullah- menjawab:
Terdapat hadits dalam beberapa musnad dan sunan, dari ‘Aisyah Radhiallahu’anha, beliau berkata:
طرقت الباب على النبي -صلى الله عليه وسلم- وهو يُصلي والباب في قبلته فمشى قليلا حتى فتح
Aku ingin masuk ke rumah ketika Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam sedang shalat. Letak pintu ada di arah kiblat. Beliau pun berjalan sedikit sampai membukakan pintu untukku
Hadits ini menunjukkan bahwa berjalan satu atau dua langkah ketika shalat tidaklah membatalkan shalat. Baik dalam shalat sunnah maupun shalat wajib. Yang bisa membatalkan shalat adalah banyak bergerak tanpa ada kebutuhan mendesak.
Juga diriwayatkan dari sebagian salaf bahwa mereka shalat sambil memegang tali kekang hewan tunggangannya. Bila hewan tunggangannya beranjak, ia pun ikut berjalan, walaupun masih sedang shalat. Hal tersebut dilakukan karena khawatir hewan tunggangannya  terlepas sehingga memutuskan perjalanannya.
Adapun tentang menjawab telepon ketika shalat, hal ini tidak diperbolehkan. Karena hal tersebut termasuk berbicara yang tidak diperbolehkan dalam shalat. Kecuali jika memang tidak banyak memerlukan gerakan, dibolehkan mengangkat telepon lalu mengucapkan takbir atau tasbih, karena takbir dan tasbih adalah bagian dari shalat.
Kesimpulannya yang bisa kami tangkap, andai ketika shalat handphone kita berdering, maka dapat melakukan salah satu dari beberapa solusi berikut:
  1. Bersegera menyelesaikan shalat, jika shalat sendirian atau menjadi imam
  2. Mengambilnya dari kantong lalu mematikannya atau mengesetnya ke mode silence
  3. Mengambilnya dari kantong lalu menjawab telepon dengan ucapan ‘Subhanallah‘ atau ‘Allahu Akbar
Jika handphone tidak di kantong, misal ada di tas yang berada beberapa meter dari kita, atau jika kasusnya terjadi pada telepon rumah, maka dapat melakukan salah satu dari beberapa solusi berikut:
  1. Bersegera menyelesaikan shalat, jika shalat sendirian atau menjadi imam
  2. Jika tidak terlalu jauh, melangkah menuju telepon lalu mematikannya
  3. Jika tidak terlalu jauh, melangkah menuju telepon lalu menjawab telepon dengan ucapan ‘Subhanallah’ atau ‘Allahu Akbar
Dari penjelasan Syaikh Ibnu Jibriin juga bisa diambil mafhum bahwa jika jarak antara kita dengan telepon sangat jauh, membutuhkan langkah yang banyak, maka tidak diperbolehkan berjalan untuk mengangkatnya. Karena dapat menyebabkan gerakan yang sangat banyak sehingga tidak lagi dianggap sebagai orang yang sedang shalat, dan dapat memalingkan kita dari kesibukan shalat, padahal saat shalat itu hati dan pikiran kita sangatlah sibuk, sebagaimana dikatakan dalam hadits yang sudah disebutkan di atas. Allahu’alam.
Penulis: Yulian Purnama
Leia Mais